aku tak pernah marah pada bulan
walau seribu risau tertulis di keningku
sesalku hanya pada angin yang dingin
betapa ia telah penjarakan aku dalam ingin
tak jua jujur pada malam
walau kelam terus menulis rindu di wajah tirusku
buram dan hitam
pusar angin yang bernyanyi dalam gelap
hilangkan pengap dengan turbin igauku yang pukau
nadanya sangap ditelan waktu
sampai kapan kau gores cerita usang itu
anak-anak yang terbiar dalam diam
mimpi yang tak pernah labuh
sungguh, mereka ingin jaga
namun mata tak hendak buka
katakanlah pada angin
jangan ada lagi dingin
pun ingin yang kini tumpah
basah di celah jari yang basah
juga hendak sudah
‘’kami hanya ingin cerita tentang negeri angin’’
jerit kanak di bawah kincir angin
sepoi yang tak pernah sampai
pun ke batu nisan tetua mereka
‘’hei, ada bulan jatuh’’
sayang
bulanpun tak pernah sampai ke telapak tangan
akh anak-anak yang malang
selalu diterkam zaman yang jalang
dulu ibu-ibu mereka
selalu terusir dari tabir
sebelum sempat harap terucap dari bibir
inikah puak yang selalu dapat cibir
jadi korban mereka yang mangkir
tanah-tanah malang
hanya dijejak padang
pun ilalang
hanya gersang memanjang
kini,
bulan duduk gelisah di ujung ilalang
malam tak jua datang
perth, mei 2008
No comments:
Post a Comment