: samson rambah pasir
pada punca tanya
kata menapak tawa
masihkah kau simpan jumawa
tentang cerita purba kanak-kanak kita
di bebatuan tak berair
kutulis rindu tak bertabir
seperti air yang mengalir ke hilir
segunung kata terucap dari bibir
mengubin kata di kamus anak-anak pasir
‘’tunggu aku di tengah pasir’’
katamu di suatu siang yang garang
telunjukmu lurus ke arah pancang
tanda, kita membagi cerita dan senda
gurau yang memukau di tengah pulau
gundukan pasir yang mulai rumpang
‘’kita mesti terus berjuang’’, katamu
kalimat itu tertancap di batu
menjelma jadi perahu
kita berkayuh di atasnya
meretas nasib menganyam mimpi
yang kita julang sepanjang hari
setiap pagi kita letakkan di pucuk matahari
asa mencipta tawa
di tengah kemiskinan yang meronta
tak ada air mata
di langit jauh dipuncak malam
segantang bintang sepasang bulan*
kita tengadah memburu imajinasi
untuk puisi sarapan esok pagi
taukah kau kini
pulau pasir itu tak lagi rumpang
namun telah hilang
tak ada lagi pasir di pulau pasir
juga ikan tapah yang membuat bibir berair
hanya sebencah danau yang parau
terus menceracau dalam igau
tak ada yang risau
pun hutan di hulu bak tungau
sekilas tampak namun tak lagi hijau
akh tanah timang-timangan yang kalah
kini hanya mendapat gundah
rinduku padamu dan pulau pasir itu
melaung panjang di semua pintu
lekat di panggung sydney opera house
terpentaskan pada setiap orchestra
tentang beribu cerita
melambai di kemiringan menara pisa
meriak di pucuk ombak pulau cicilia
jadi partitur panjang
terdedah indah di bawah matahari sungai missisipi
tualang kanak-kanak kita
bagai oase di gurun sahara
cahayanya sampai ke bulan
lalu jatuh ke tanah jadi intan
setumpuk kenangan yang tak kan padam
terus berlayar dalam imaji
hingga di ujung waktu yang tak pernah diam
sambut rinduku di tanduk pelangi
catatan
*tajuk kumpulan sajak marhalim zaini
Perth, mei 2008
No comments:
Post a Comment